KISAH SAIDINA ABDULLAH DZUL BAJADAIN (yang memiliki dua potong kain)

sebuah kisah yang sangat menyentuh hati tentang keistiqomahan seorang sahabat Rasulullah dalam menjalankan agamanya.Namanya adalah Abdullah Dzul Bajadain (ertinya: yang memiliki dua potong kain), itu merupakan nama pemberian Rasulullah. Namanya yang sebenarnya adalah Abdul Uza al Mazani. Ia berasal dari sebuah kabilah Mazaniah yang terletak di antara Mekah dan Madinah.

Ia telah ditinggalkan oleh kedua orang tuanya sejak masih kecil, karena itulah ia tinggal bersama pakciknya. Pakcik beliau adalah seorang yang sangat kaya. Banyak harta yang telah dikeluarkannya untuk membiayai Abdul Uza. Ketika ia berumur 16 tahun, ia hidup bergelimang harta. Sehingga beliau mengenakan pakaian buatan luar. Beliau juga memiliki 2 ekor kuda yang selalu digunanya bergantian. Tapi sayang sekali, beliau dan kaum bangsanya masih menyembah berhala.

Suatu saat ketika ia sedang dalam perjalanan, ia bertemu dengan para Muhajirin. Ia pun melakukan perbincangan dengan mereka dan setelah berbincang, akhirnya ia pun sedar dan memutuskan untuk memeluk agama Islam. Keadaannya pun berubah. Setiap kali melihat ada sahabat yang berhijrah dari Mekah dan Madinah, ia berlari dan mengikutinya seraya berkata, “Tunggulah aku sampai aku mendengar dari kalian Al Quran. Aku ingin menghapal satu ayat baru dari kalian.” Bayangkan bagaimana tekadnya untuk menuntut ilmu agama lebih dalam, di saat para sahabat merasa jiwanya terancam serta ketakutan akan adanya mata-mata kaum Quraisy. Dalam fikiran Abdul Uza saat itu hanya ingin mendekatkan diri kepada Allah saja.

Akhirnya ada seorang sahabat yang berkata, “Mengapa engkau menunggu di negerimu (Mekah) dan tidak pergi hijrah ke Madiah?”. Ia pun menjawab bahwa ia tidak akan berhijrah kecuali setelah ia mengambil tangan pakciknya untuk menjemput kepada hidayah.

Ia pun menetap dalam kabilahnya selama 3 tahun. Tetapi ia tetap berpegang teguh pada agama Islam walaupun seluruh kaumnya jauh dari ketaatan dan menyembah berhala. Selama 3 tahun lamanya ia memaksakan diri untuk tetap istiqomah. Apabila ia ingin beribadah kepada Allah maka ia akan pergi keluar dari kaumnya ke tengah-tengah padang pasir. Selama ini ia menyembunyikan keislamannya dari hadapan orang ramai.

Setiap hari ia pergi menemui pakciknya seraya berkata’ “Wahai Pakcikku, aku mendengar bahwa ada seorang lelaki bernama Muhammad yang berkata ini dan itu”. Kemudian ia pun membacakan ayat-ayat al Quran di hadapan sang Pakcik. Namun pakciknya malah mencercanya habis-habisan. Selama 3 tahun itu, ia mengalami masa yang sangat berat. Akhirnya kesabarannya pun sampai pada puncaknya.

Ia pun menemui pamannya dan berkata, “ Wahai Pakcik, aku lebih memilih Rasulullah daripada Engkau. Aku tidak dapat berpisah dengannya. Aku memberitahumu bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusannya. Aku akan berhijrah kepadanya. Jika engkau mau pergi bersamaku, aku akan menjadi orang yang paling bahagia.”

Pamannya pun menjawab, “Jika kau mengabaikan semuanya selain Islam, maka aku akan mengharamkan semua yang ada menjadi milikmu.

Ia menjawab, “Wahai Pakcik, berbuatlah sesukamu, karena aku lebih memilih Allah dan Rasul-Nya.”

Pakciknya pun melakukan hal yang tidak dapat diterima oleh akal, “Kalau kau tetap memaksa, maka aku akan mengharamkan harta bagimu hingga baju yang melekat di badanmu itu.” Pakciknya pun berdiri dan menggunting bajunya. Abdul Uza pun hampir seperti orang yang telanjang. Namun beliau pun tetap keluar dalam keadaan seperti itu. Ketika keluar beliau menemui selembar kain dan membaginya menjadi 2 bagian, lalu memakainya seperti kain ihram.

Ia pun kemudian berhijrah dan menemui Rasulullah untuk pertama kalinya. Sungguh tidak boleh dibayangkan betapa besar istiqomahannya kepada Rasulullah sekalipun ia tidak pernah bertemu dengannya. Rasulullah pun bertanya, “Siapakah Anda?

“Aku adalah Abdul Uza”

Rasulullah pun kembali bertanya, “Mengapa kamu berpakaian seperti ini?

Ia menjawab, “Pakcikku telah berbuat ini kepadaku. Aku telah memilih engkau, wahai Rasulullah dan bersabar selama 3 tahun lamanya, hingga aku boleh datang kepadamu dalam keadaan istiqomah (tetap) taat kepada Allah.”

Benarkah kau telah melakukan hal itu?”, kata Rasulullah.

“Benar wahai Rasulullah.”

Mulai hari ini engkau bukanlah Abdul Uza, engkau adalah Abdullah Dzul Bajadain. Allah telah mengganti 2 kain itu dengan tempat tinggal dan kain di dalam surga, yang dapat engkau pakai bila-bila pun engkau suka dan dapat kau gunakan bila-bila pun engkau suka.”

Semenjak saat itu beliau sentiasa ikut berjuang bersama Rasulullah, hingga syahid dalam perang Tabuk pada usia 23 tahun.

Ibnu Mas’ud menceritakan hari dimana Abdul Uza wafat. Ia berkata, “ Aku tidur dalam cuaca yang sangat dingin dan dalam keadaan takut akan pekatnya malam. Aku mendengar suara orang yang menggali tanah dan hal itu menjadi tanda tanya bagiku. ‘Siapakah yang menggali tanah malam-malam begini dan dalam cuaca yang sangat dingin?’ Akupun melihat pada tempat tidur Rasulullah dan tidak mendapatkan beliau di sana, Lalu aku melihat tempat tidur Umar, aku juga tidak menemukannya. Kualihkan pandanganku ke tempat tidur Abu Bakar dan aku tidak menemukannya juga.

Aku pun keluar dan melihat Abu Bakar dan Umar sedang memegang lilin, sedangkan Rasulullah sedang menggali tanah. Aku datang kepada beliau dan berkata, “Apa yang engkau lakukan wahai Rasulullah?”

Beliau mengangkat kepalanya ke arahku dengan kedua mata yang dipenuhi dengan air mata, “Saudaramu Dzul Bajadain telah meninggal.”

Aku berpaling kepada Umar dan Abu Bakar dan berkata, “Mengapa kalian biarkan Rasulullah menggali sendiri, sedang kalian hanya berdiri saja?.”

Abu Bakar menjawab, “Rasulullah sendiri yang ingin menggali kuburannya (Abdullah)” Lalu Nabi mengulurkan tangannya ke arah Abu Bakar dan Umar, “Berikanlah kepadaku (jenazah) saudaramu itu.

Lalu Nabi berkata, “Hantarkanlah kepergian saudaramu dengan doa karena sesungguhnya ia telah mencintai Allah dan Rasul-Nya”

Rasulullah pun meletakkan jasad itu ke dalam kubur dengan kedua tangannya sendiri. Air mata beliau pun jatuh membasahi kain kafan Abdullah Dzul Bajadain. Beliau lalu mengangkat tangannya ke arah langit sambil berdoa, “Ya Allah Aku bersaksi kepada Engkau, bahwa aku telah meridhai Dzul Bajadain, maka redhoilah ia.”

Rasulullah pun menguburkannya dengan kedua tangannya yang mulia dan berkata, “Ya Allah, rahmatilah dia karena ia telah membaca Al Qur’an atas dasar cinta kepada Rasulullah SAW.’

Sungguh beliau adalah salah seorang sahabat yang patut kita jadikan teladan. Semoga kita semua dapat mengambil hikmah dari kisah tersebut dan bersama-sama memperbaiki dan koreksi iman kita yang masih lemah ini….

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Call Now
Directions